Selasa, 09 April 2013

Dunia Kehilangan Syaikh al-Buthi

Kamis malam (21/4) sebuah bom meledak di Masjid al-Iman Damaskus Suriah. Umat Islam sedunia kaget, karena bom bunuh diri tersebut menelan korban jiwa seorang ulama Sunni terkenal, Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi. Beliau meninggal  saat mengajar tafsir di masjid itu.

Syaikh al-Buthi ulama besar dan dihormati di seantero dunia Islam dan Barat.  Walaupun begitu, beliau tetap hidup sederhana, dan berjalan menaiki angkutan kota. Penulis pernah berkunjung ke rumah beliau dan juga mengikuti pengajiannya. Ceritanya, setelah selesai studi S1 di al-Azhar pada tahun 1996, penulis berangkat ke Suriah ingin melanjutkan studi S2 di Universitas Damaskus. Tapi, rezim Hafizd al-Asad tidak mengizinkan pelajar asing mengikuti studi S2 di Universitas Damaskus. Makanya, selama setengah tahun di Suriah,  penulis gunakan mengikuti pengajian para ulama Islam terkemuka di Suriah. Di antaranya, Syaikh al-Buthi, Syaikh Wahbah al-Zuhaili, dan lainnya.

Akidah Ahlussunnah
Memang, Syaikh al-Buthi dekat dengan pemerintah, bahkan beliau sebagai penasihat presiden Hafizh al-Asad dan pelanjut kekuasaannya Basyar al-Asad. Namun begitu, berbagai analisa juga mengakui pengaruh Syaikh al-Buthi. Di antaranya, setelah tujuh jam lamanya Hafizd al-Asad tukar pikiran dengan Syaikh al-Buthi, pada akhirnya al-Asad menyetujui nasihat Syaikh al-Buthi dengan membebaskan semua tahanan politik Ikhwan Muslimin di Suriah. Padahal sebelum itu, pada 1982, rezim al-Asad membumihanguskan penduduk Provinsi Homs yang mendukung gerakan Ikhwan Muslimin, dan menewaskan hampir 40 ribu penduduknya. Atas pengaruh Syaikh al-Buthi juga, rezim al-Asad memberi izin membuka kantor perwakilan HAMAS di Suriah.

Kedetakan Syaikh al-Buthi dengan rezim al-Asad itu membuat sebagian orang menilai sinis terhadapnya. Di antaranya, Syaikh Ghazi al-Taubah meluahkan kekesalannya terhadap sikap al-Buthi itu dalam tulisannya, Shifat al-Alim al-Buthi Namuzaj Ma’kus. Bahkan sebagian orang menuduh Syaikh al-Buthi itu pengikut aliran Syi’ah. Karena, konon katanya Hafizd al-Asad itu pengikut aliran Syi’ah Isma’iliyah. Sebaliknya, Presiden Hafizd al-Asad menaruh kepercayaan besar kepada Syaikh al-Buthi. Makanya sebelum al-Asad menghembuskan nafas terakhir, dia memohon agar Syaikh al-Buthi bersedia menjadi imam waktu menyalatkan jenazahnya. Dan permohonan al-Asad itu ditunaikan oleh Syaikh al-Buthi.

Namun begitu, sebagai ulama alumnus al-Azhar, Syaikh al-Buthi adalah ulama Sunni pengikut pemikiran akidah al-Asy’ariyah, bukan ulama pentolan Syi’ah. Itu bisa dilihat dalam bukunya Kubra al-Yakiniyat al-Kauniyah. Pembahasan akidah dalam buku Syaikh al-Buthi ini mengikut pembahasan akidah para ulama Ahlussunah. Yaitu pembagian bahasan kepada al-Ilahiyat, al-Nubuwat, al-Ghaibiyah. Beliau menambah satu pembahasan lagi, yaitu al-Kauniyat.

Pada pembahasan ayat dan hadist mutasyabihat, Syaikh al-Buthi mengutarakan pemikiran ulama Salaf yang melakukan takwil ijmali dan pemikiran ulama Khalaf yang menggunakan takwil tafshili. Kata beliau, kedua pemikiran itu bertemu dalam satu dimensi tujuan, yaitu keyakinan bahwa Allah SWT tidak serupa dengan makhluk, dan bersih dari sipat kekurangan. Dan Syaikh al-Buthi menjelaskan, jika tidak menggunakan dua bentuk takwil itu, maka seseorang akan menganggap adanya kontradiksi antara ayat Alquran. Sebagaimana ayat 39 Surah Thaha menisbahkan mata dalam bentuk tunggal kepada Allah, dan ayat 48 Surah al-Thur pula menisbahkan mata dalam bentuk jamak kepada Allah.

Penjelasan Syaikh al-Buthi ini tidak berbeda dengan keterangan dosen Akidah dan Falsafah Universitas al-Azhar, Syaikh Muhammad al-Qushi dalam bukunya Mauqif al-Salaf Min al-Mutasyabihat.

Sebagai Ketua Persatuan Ulama Negeri Syam (Libanon, Palestina, Suriah, Yordania), Syaikh al-Buthi juga berkeyakinan bahwa Salaf itu merupakan priode masa yang dilalui generasi awal Islam, bukan merupakan mazhab pemikiran. Begitu yang ditulis Syaikh al-Buthi dalam bukunya al-Salafiyah. 

Buku Syaikh al-Buthi, Fiqh al-Sirah yang menjadi rujukan para aktivis kampus di Tanah Air juga menjadi bukti bahwa beliau ulama Sunni. Sebab, di akhir pembahasan bukunya itu, mantan Dekan Fakultas Syariah Universitas Damaskus Suriah itu menjelaskan kepemimpinan al-Khulafa’ al-Rasyidun yang merupakan panutan Islam Sunni.  

Mazhab Syafi’i
Sebagai ulama Sunni berdarah Kurdi, Syaikh al-Buthi tidak melepaskan diri dari empat mazhab fiqh yang dominan di dunia Islam. Namun begitu, beliau lebih dekat kepada fiqh Mazhab Syafi’i, sebagaimana halnya mayoritas Muslim Kurdi. Walapun pada sebagian masalah, beliau lebih memilih pendapat di luar Mazhab Syafi’i. Hal itu bisa dilihat dalam bukunya Muhadharat Fi al-Fiqh al-Muqarin.

Dengan prinsip itu, Syaikh al-Buthi menolak pemikiran suatu kelompok yang memusuhi sikap bermazhab, sebagaimana beliau tulis dalam bukunya al-La Mazhabiyah. Bahkan, kata beliau, sikap anti mazhab itu justru akan merusak syariat Islam itu sendiri. Karena, setiap orang nanti akan tampil mengeluarkan fatwa, walapun dirinya tidak memiliki syarat sebagai ulama mujtahid. Padahal, mayoritas sahabat Nabi saja bertanya kepada sahabat Nabi yang punya keahlian dalam syariat Islam. Bukankah sikap mayoritas sahabat Nabi itu bentuk dari mengikut mazhab?

Walau bagaimanapun, dunia Islam telah kehilangan seorang ulama panutan. Dan pada Sabtu (23/3), Persatuan Ulama Islam Internasional (IUMS) mengecam tindakan pengeboman Masjid al-Iman di Damaskus Suriah yang menewaskan Syaikh Ramadhan al- Buthi. Ketua IUMS, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi juga menegasakan bahwa rezim al-Asad bertanggung jawab atas tragedi itu.

Pada hari yang sama, Universitas al-Azhar Mesir juga mengecam pengeboman yang menewaskan ulama Islam alumnus al-Azhar itu. Dan al-Azhar juga yakin bahwa pengeboman itu bukan dilakukan oleh pejuang revolusi Suriah yang berpegang pada akidah Ahlussunnah.

Pernyataan Syaikh al-Qaradhawi dan al-Azhar itu bisa saja benar. Sebab, para petinggi rezim al-Asad sudah banyak yang membelot. Rahasia hitam rezim diktator itu ada di tangan Syaikh al-Buthi. Sebelum rahasia itu terbongkar, maka tindakan teroris itupun mereka lakukan. Wallahu a’lam.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar