Selasa, 09 April 2013

Rotasi Jabatan dan Manajemen Karir

Manajemen karir pada struktur birokrasi pemerintah era otonomi daerah nampaknya tidak  terpola secara baik dimana jenjang karir, pola karir, jalur karir, perencanaan karir dan  manajemen karir sudah terhapus dan tergerus oleh sistem Pemilukada. Sehingga siapa saja dan kapan saja bisa meraih posisi puncak dalam waktu yang sangat cepat. Asalkan yang bersangkutan memahami faktor kunci sukses meraih jabatan. Caranyapun relatif mudah tanpa harus bersusah payah meningkatkan kapabilitas dan kredibilitas dirinya dalam bekerja, yang penting mempunyai ilmu mantra yakni bisa berteman dengan pemimpin.

Makna Rotasi
Ada sebuah riset  yang mendukung aktivitas rotasi pekerjaan, temuannya adalah bahwa rotasi pekerjaan terkait dengan hasil-hasil; seperti penghasilan, promosi dan kepuasan serta dipersepsi terkait dengan peningkatan pengetahuan, keterampilan dan manfaat karir  yang lain. Selain itu rotasi jabatan membantu karyawan memperoleh apresiasi yang menyeluruh terhadap tujuan pekerjaan, meningkatkan pemahaman fungsi pekerjaan yang berbeda, mengembangkan jaringan kontak dan meningkatkan keterampilan pemecahan  masalah serta pengambilan keputusan. Tetapi dalam praktiknya ada permasalahan potensial dari keputusan rotasi jabatan baik bagi karyawan maupun bagi unit kerja yang ditinggalkan, dimana rotasi jabatan bisa menimbulkan gejolak kecil dan gejolak besar jika konsep dasar merotasi karyawan tidak memiliki konsistensi yang tegas dan jelas.

Rotasi jabatan sesungguhnya sebagai salah satu cara mengembangkan kemampuan pegawai melalui proses pelatihan dan pendidikan, dimana karyawan ditugaskan  memegang jabatan yang berbeda dari satu waktu ke waktu yang lain dalam periode yang terukur normal. Di sini karyawan yang dirotasi akan berpindah dari satu pekerjaan yang terspesialisasi ke pekerjaan lain yang sebelumnya belum mereka ketahui. Sehingga selain  karyawan memahami pelaksanaan berbagai tugas, juga dimaksudkan agar karyawan memperoleh pengetahuan yang lebih luas mengenai berbagai jabatan. Rotasi juga sekaligus merupakan suatu penghargaan atas prestasi kerja, disiplin dan pengabdian seorang karyawan dalam suatu organisasi.

Namun dalam kenyataannya konsep rotasi jabatan telah salah arah dan justru dijadikan alat politik praktis para penguasa di negeri ini sebagai imbal jasa kepada orang-orang dekat yang telah berjasa dalam proses duduknya sang penguasa. Banyak pemimpin yang mengalami kebingungan tentang apa yang seharusnya dilakukan sebagai pemimpin, sehingga pada akhirnya hanya berkutat pada aktivitas-aktivitas yang berbau seremonial kepemimpinan. Sang pemimpin lebih banyak menghabiskan waktu dengan orang-orang yang “disenangi”, walaupun orang-orang tersebut tidak menunjukkan kontribusi apa pun selain setia “menemani” sang pemimpin ke mana pun sang pemimpin pergi.

Tragisnya lagi para penjilat yang mengelilingi sang pemimpin terus berupaya untuk selalu menemani sang pemimpin pergi. Bahkan menyusun kabinet yang akan ditempatkan di berbagai posisi telah didiskusikan secara matang dengan teman-teman yang setia menemani. Apakah pemimpin seperti ini akan dipertahankan?

Warisan yang Ditinggalkan
Pemimpin yang hanya mengandalkan kekuatan teman-teman terdekatnya selalu berupaya untuk terus menikmati masa kepemimpinannya dan berusaha menampilkan hal yang terbaik dari dirinya, walaupun efeknya tidaklah maksimal. Pemimpin seperti ini tidak memiliki arah yang jelas bagi sekelilingnya. Sadar atau tidak, warisan yang ingin ditinggalkan pemimpin seperti ini adalah hanya secarik kenyataan bahwa dia pernah menjadi pemimpin. Tidak ada warisan yang memiliki makna besar darinya. Mungkinkah kita mempertahankan dan mencari pemimpin seperti ini untuk masa yang akan datang?

Ada pameo yang menyatakan ganti pemimpin ganti strategi, dan setiap pergantian pemimpin akan berganti pula pejabat level di bawahnya. Hipotesis ini tidaklah  sepenuhnya benar? karena pergantian pemimpin merupakan proses alami. Namun dalam realitas di lapangan gonta ganti pemimpin selalu dilakukan oleh para penguasa yang tidak jelas dasar pertimbangannya. Akibatnya proses regenerasi kepemimpinan semakin kabur, abu-abu dan bahkan gelap gulita. Kita lihat saja, begitu kacaunya model penataan pejabat publik yang menduduki jabatan tertentu tanpa didasarkan pada analisa jabatan yang tepat.

 Fakta yang teramati ada pejabat yang super hebat, karirnya melompat sangat cepat, ada pula pejabat yang berputar terus dari satu jabatan ke jabatan lain, ada pejabat sebagai juara bertahan tetap dalam posisinya sampai pensiun, ada pejabat yang diperpanjang masa tugasnya walaupun tidak nampak prestasinya, ada pejabat kehormatan karena sang kepala daerah takut atau segan kepadanya. Ada pula pejabat droping dari daerah lain karena kedekatannya dengan penguasa. Tragisnya lagi ada pula  pejabat yang di-nonjob-kan, tanpa sebab yang jelas. Inilah potret masa depan pejabat di era otonomi daerah, dimana manajemen karir,  jenjang karir dan pengembangan karir seseorang ditentukan oleh kelihaiannya menemani pemimpin.

Pejabat Miskin Eksekusi
Sebagai dampak dari pengangkatan pejabat yang tidak didasarkan pada analisa jabatan, pemimpin yang baru diangkat pada awal masa kepemimpinannya sangat menggebu-gebu, namun sayang sungguh sayang, idenya tidak mendapat sambutan yang antusias dari sekelilingnya sehingga miskin eksekusi. Apa yang digagas dan dipaparkannya hanya berupa wacana dan wacana tanpa adanya langkah eksekusi yang pasti. Sang pemimpin mendapatkan hambatan internal yang luar biasa karena ketidakmampuannya meyakinkan orang lain. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bilamana ada sejumlah pejabat kualitas kepemimpinannya dipertanyakan banyak kalangan. Hal ini terjadi karena sang pemimpin dalam memimpin hanya mengandalkan pada tiket kepemimpinan yang didapatkan yakni SK (surat keputusan) yang menjadi haknya untuk memimpin.

Sang pemimpin lupa bahwa perjuangan seorang pemimpin tidaklah dilihat ataupun dinilai dari bagaimana yang bersangkutan berhasil mandapatkan SK. Perjuangan seorang pemimpin yang sesungguhnya adalah pada saat yang bersangkutan menjalani masa kepemimpinannya setelah SK didapatkan. Mendapatkan label pemimpin yang sejati bukanlah terletak pada SK yang ada di tangannya, namun sangat terletak pada apakah sang pemimpin pada saat masa kepemimpinannya membawa kemajuan yang sangat signifikan bagi organisasi yang dipimpinnya, baik dari sisi proses maupun hasilnya.

Rotasi yang Menyejukkan
Rotasi jabatan merupakan kebijakan yang diharapkan mampu menyehatkan iklim organisasi. Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengambil kebijakan rotasi jabatan.

Pertama, jabatan karyawan yang dipindahkan harus bersamaan isinya dengan jabatan yang ditinggalkan.

Kedua, metode melakukan rotasi pekerjaa harus fair, jujur dan memiliki persamaan persyaratan antara satu jabatan dengan jabatan lain.

Ketiga, pejabat yang dimutasi harus memiliki pengalaman yang memungkinkan nya untuk mengerti dasar pekerjaan baru, sehingga rotasi jabatan menyebabkan karyawan semakin memahami operasional organisasi secara bertahap dan memberikan nuansa dan tantangan baru.

Keempat, alat ampuh untuk mendetaksi siapa karyawan yang harus dipindahkan adalah hasil akhir dari penilaian kecakapan karyawan. Penilaian kecakapan adalah penilaian secara sistematis terhadap karyawan oleh pejabat yang berwenang untuk tujuan tertentu.

Pertanyaannya, apakah keputusan rotasi jabatan yang dilakukan pemerintah selama ini telah mampu menyehatkan iklim organisasi dan menyejukkan semua pihak yang dirotasi? Entahlah, tanyakan kepada mereka yang terkena rotasi. Semoga.***


Machasin
Dosen Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Unri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar