Manajemen karir pada struktur birokrasi pemerintah era otonomi daerah
nampaknya tidak terpola secara baik dimana jenjang karir, pola karir,
jalur karir, perencanaan karir dan manajemen karir sudah terhapus dan
tergerus oleh sistem Pemilukada. Sehingga siapa saja dan kapan saja bisa
meraih posisi puncak dalam waktu yang sangat cepat. Asalkan yang
bersangkutan memahami faktor kunci sukses meraih jabatan. Caranyapun
relatif mudah tanpa harus bersusah payah meningkatkan kapabilitas dan
kredibilitas dirinya dalam bekerja, yang penting mempunyai ilmu mantra
yakni bisa berteman dengan pemimpin.
Makna Rotasi
Ada
sebuah riset yang mendukung aktivitas rotasi pekerjaan, temuannya
adalah bahwa rotasi pekerjaan terkait dengan hasil-hasil; seperti
penghasilan, promosi dan kepuasan serta dipersepsi terkait dengan
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan manfaat karir yang lain.
Selain itu rotasi jabatan membantu karyawan memperoleh apresiasi yang
menyeluruh terhadap tujuan pekerjaan, meningkatkan pemahaman fungsi
pekerjaan yang berbeda, mengembangkan jaringan kontak dan meningkatkan
keterampilan pemecahan masalah serta pengambilan keputusan. Tetapi
dalam praktiknya ada permasalahan potensial dari keputusan rotasi
jabatan baik bagi karyawan maupun bagi unit kerja yang ditinggalkan,
dimana rotasi jabatan bisa menimbulkan gejolak kecil dan gejolak besar
jika konsep dasar merotasi karyawan tidak memiliki konsistensi yang
tegas dan jelas.
Rotasi jabatan sesungguhnya sebagai salah satu
cara mengembangkan kemampuan pegawai melalui proses pelatihan dan
pendidikan, dimana karyawan ditugaskan memegang jabatan yang berbeda
dari satu waktu ke waktu yang lain dalam periode yang terukur normal. Di
sini karyawan yang dirotasi akan berpindah dari satu pekerjaan yang
terspesialisasi ke pekerjaan lain yang sebelumnya belum mereka ketahui.
Sehingga selain karyawan memahami pelaksanaan berbagai tugas, juga
dimaksudkan agar karyawan memperoleh pengetahuan yang lebih luas
mengenai berbagai jabatan. Rotasi juga sekaligus merupakan suatu
penghargaan atas prestasi kerja, disiplin dan pengabdian seorang
karyawan dalam suatu organisasi.
Namun dalam kenyataannya konsep
rotasi jabatan telah salah arah dan justru dijadikan alat politik
praktis para penguasa di negeri ini sebagai imbal jasa kepada
orang-orang dekat yang telah berjasa dalam proses duduknya sang
penguasa. Banyak pemimpin yang mengalami kebingungan tentang apa yang
seharusnya dilakukan sebagai pemimpin, sehingga pada akhirnya hanya
berkutat pada aktivitas-aktivitas yang berbau seremonial kepemimpinan.
Sang pemimpin lebih banyak menghabiskan waktu dengan orang-orang yang
“disenangi”, walaupun orang-orang tersebut tidak menunjukkan kontribusi
apa pun selain setia “menemani” sang pemimpin ke mana pun sang pemimpin
pergi.
Tragisnya lagi para penjilat yang mengelilingi sang
pemimpin terus berupaya untuk selalu menemani sang pemimpin pergi.
Bahkan menyusun kabinet yang akan ditempatkan di berbagai posisi telah
didiskusikan secara matang dengan teman-teman yang setia menemani.
Apakah pemimpin seperti ini akan dipertahankan?
Warisan yang Ditinggalkan
Pemimpin
yang hanya mengandalkan kekuatan teman-teman terdekatnya selalu
berupaya untuk terus menikmati masa kepemimpinannya dan berusaha
menampilkan hal yang terbaik dari dirinya, walaupun efeknya tidaklah
maksimal. Pemimpin seperti ini tidak memiliki arah yang jelas bagi
sekelilingnya. Sadar atau tidak, warisan yang ingin ditinggalkan
pemimpin seperti ini adalah hanya secarik kenyataan bahwa dia pernah
menjadi pemimpin. Tidak ada warisan yang memiliki makna besar darinya.
Mungkinkah kita mempertahankan dan mencari pemimpin seperti ini untuk
masa yang akan datang?
Ada pameo yang menyatakan ganti pemimpin
ganti strategi, dan setiap pergantian pemimpin akan berganti pula
pejabat level di bawahnya. Hipotesis ini tidaklah sepenuhnya benar?
karena pergantian pemimpin merupakan proses alami. Namun dalam realitas
di lapangan gonta ganti pemimpin selalu dilakukan oleh para penguasa
yang tidak jelas dasar pertimbangannya. Akibatnya proses regenerasi
kepemimpinan semakin kabur, abu-abu dan bahkan gelap gulita. Kita lihat
saja, begitu kacaunya model penataan pejabat publik yang menduduki
jabatan tertentu tanpa didasarkan pada analisa jabatan yang tepat.
Fakta
yang teramati ada pejabat yang super hebat, karirnya melompat sangat
cepat, ada pula pejabat yang berputar terus dari satu jabatan ke jabatan
lain, ada pejabat sebagai juara bertahan tetap dalam posisinya sampai
pensiun, ada pejabat yang diperpanjang masa tugasnya walaupun tidak
nampak prestasinya, ada pejabat kehormatan karena sang kepala daerah
takut atau segan kepadanya. Ada pula pejabat droping dari daerah lain
karena kedekatannya dengan penguasa. Tragisnya lagi ada pula pejabat
yang di-nonjob-kan, tanpa sebab yang jelas. Inilah potret masa depan
pejabat di era otonomi daerah, dimana manajemen karir, jenjang karir
dan pengembangan karir seseorang ditentukan oleh kelihaiannya menemani
pemimpin.
Pejabat Miskin Eksekusi
Sebagai dampak dari
pengangkatan pejabat yang tidak didasarkan pada analisa jabatan,
pemimpin yang baru diangkat pada awal masa kepemimpinannya sangat
menggebu-gebu, namun sayang sungguh sayang, idenya tidak mendapat
sambutan yang antusias dari sekelilingnya sehingga miskin eksekusi. Apa
yang digagas dan dipaparkannya hanya berupa wacana dan wacana tanpa
adanya langkah eksekusi yang pasti. Sang pemimpin mendapatkan hambatan
internal yang luar biasa karena ketidakmampuannya meyakinkan orang lain.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bilamana ada sejumlah pejabat
kualitas kepemimpinannya dipertanyakan banyak kalangan. Hal ini terjadi
karena sang pemimpin dalam memimpin hanya mengandalkan pada tiket
kepemimpinan yang didapatkan yakni SK (surat keputusan) yang menjadi
haknya untuk memimpin.
Sang pemimpin lupa bahwa perjuangan
seorang pemimpin tidaklah dilihat ataupun dinilai dari bagaimana yang
bersangkutan berhasil mandapatkan SK. Perjuangan seorang pemimpin yang
sesungguhnya adalah pada saat yang bersangkutan menjalani masa
kepemimpinannya setelah SK didapatkan. Mendapatkan label pemimpin yang
sejati bukanlah terletak pada SK yang ada di tangannya, namun sangat
terletak pada apakah sang pemimpin pada saat masa kepemimpinannya
membawa kemajuan yang sangat signifikan bagi organisasi yang
dipimpinnya, baik dari sisi proses maupun hasilnya.
Rotasi yang Menyejukkan
Rotasi
jabatan merupakan kebijakan yang diharapkan mampu menyehatkan iklim
organisasi. Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam mengambil kebijakan rotasi jabatan.
Pertama, jabatan karyawan yang dipindahkan harus bersamaan isinya dengan jabatan yang ditinggalkan.
Kedua,
metode melakukan rotasi pekerjaa harus fair, jujur dan memiliki
persamaan persyaratan antara satu jabatan dengan jabatan lain.
Ketiga,
pejabat yang dimutasi harus memiliki pengalaman yang memungkinkan nya
untuk mengerti dasar pekerjaan baru, sehingga rotasi jabatan menyebabkan
karyawan semakin memahami operasional organisasi secara bertahap dan
memberikan nuansa dan tantangan baru.
Keempat, alat ampuh
untuk mendetaksi siapa karyawan yang harus dipindahkan adalah hasil
akhir dari penilaian kecakapan karyawan. Penilaian kecakapan adalah
penilaian secara sistematis terhadap karyawan oleh pejabat yang
berwenang untuk tujuan tertentu.
Pertanyaannya, apakah keputusan
rotasi jabatan yang dilakukan pemerintah selama ini telah mampu
menyehatkan iklim organisasi dan menyejukkan semua pihak yang dirotasi?
Entahlah, tanyakan kepada mereka yang terkena rotasi. Semoga.***
Machasin
Dosen Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Unri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar