Dan demi jiwaku yang ada di tanganNya, sungguh jika ada seseorang
memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima
amal-amalnya selama 40 hari, dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh
dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya (HR
Tabrani).
Sebagai agama yang membawa misi kedamaian (rahmat)
bagi semesta alam, Islam menekankan pola hidup yang menyeimbangkan
antara keperluan ukhrawi dan duniawi.
Karena itu sikap hidup
yang cenderung mengecam dunia (blaming the world) dan terlalu
berorientasi pada akhirat atau sebaliknya terlalu berorientasi duniawi
sehingga mengabaikan dimensi akhirat kurang sejalan dengan spirit Islam.
Di antara dimensi kehidupan duniawi yang paling dominan dibicarakan adalah masalah pemenuhan kebutuhan hidup (ekonomi).
Dalam
kaitannya dengan hal ini, pada dasarnya Islam sangat menekankan sikap
hidup yang penuh semangat dan kerja keras. Islam menentang pola hidup
yang bermalasan-malasan; hanya mengharapkan keuntungan banyak tapi malas
berusaha dan cenderung berputus asa karena sikap hidup seperti itu
tidak hanya akan merugikan si pelakunya tapi bisa jadi akan mendatangkan
efek buruk bagi kehidupan manusia lainnya.
Baik ayat Alquran
maupun Hadits banyak sekali memotivasi umat Islam agar mau berusaha
sekuat tenaga untuk mencari karunia Tuhan di muka bumi dalam rangka
memperoleh kehidupan yang layak.
Di antaranya firman Allah swt
yang berbunyi: Apabila salat telah selesai dilaksanakan, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi cari karunia Allah swt dan banyaklah
ingat kepada Allah swt agar kamu beruntung. dalam (Q.S.62:10).
Nabi
Muhammad SAW mewanti-wanti umatnya agar keberadaan mereka di
tengah-tengah masyarakat tidak menjadi beban bagi manusia lain: ”Jangan
kamu menjadi beban atas manusia lainnya”.
Sampai di sini bisa
disimpulkan bahwa sebenarnya Islam mendidik agar setiap muslim memiliki
mental produktif bukan mental konsumtif. Mental produktif artinya sikap
hidup yang cenderung untuk menghasilkan sesuatu (tipe pekerja).
Sedangkan
mental konsumtif adalah sikap hidup yang hanya mau menikmati, tidak mau
bersusah payah, yang hanya mau mengharapkan keuntungan besar tapi tidak
mau bekerja keras.
Sikap hidup konsumtif ini akan membuat orang
menjadi manja. Bila sikap hidup ini sudah mewabah secara luas di suatu
masyarakat, maka masyarakat itu akan sulit untuk maju dan berkembang.
Namun demikian yang harus diperhatikan dalam berusaha mencari nafkah untuk pemenuhan kebutuhan hidup itu tidaklah bebas nilai.
Islam
memberikan tuntunan bahwa dalam bekerja, seorang muslim terikat oleh
serangkaian nilai-nilai normatif yang harus dijadikan pedoman agar
mendatangkan kebajikan bagi dirinya dan hartanya serta orang lain.
Tuntunan Islam dalam Berusaha
Secara
umum dalam mencari rezeki, Islam mengajarkan agar mengedepankan prinsip
kehalalan dan menghindari sesuatu yang haram; baik itu haram karena
zatnya atau karena cara mendapatkannya.
Tidak dibenarkan seseorang muslim itu memperdagangkan sesuatu yang sudah jelas diharamkan oleh Allah swt.
Dan
juga tidak dibolehkan memperjual belikan sesuatau yang bisa berakibat
buruk atau mendatangkan bahaya (mudharat) bagi orang lain. Atau
memperdagangkan sesuatu yang didapat dari hasil perbuatan kejahatan.
Selanjutnya
tidak diperbolehkan seorang muslim mendapatkan atau menjual sesuatu
dengan cara menipu, seperti dengan mengakali timbangan (takaran), atau
mengatakan sesuatu produk itu baik padahal sebenarnya tidak, atau
mencampur adukkan barang yang berkualitas baik dengan yang berkualitas
buruk, atau mencampurkan sesuatu yang halal dengan yang haram.
Termasuk dalam kategori haram karena cara mendapatkannya adalah hasil perjudian dengan segala macam bentuknya.
Selain
itu juga dengan cara menimbun barang lalu menjualnya di saat barang
tersebut langka di pasaran dengan harga yang cukup mahal dengan maksud
mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. siapa yang menimbun barang,
maka ia berdosa (HR. Abu Daud) atau juga menjual sesuatu dengan paksaan.
Kemudian juga mendapatkan keuntungan yang tidak wajar atau terlalu
berlebih-lebihan (adh’afan mudhoafan) masuk dalam kategori ini membantu
seseorang lalu meminta hasil atau jasa yang terlalu besar. Termasuk
kategori ini juga praktek rentenir.
Menjual barang dengan harga
sangat tinggi dari biaya modal dan operasionalnya. Terakhir adalah hasil
suap (korupsi) menerima uang (jasa) dari seseorang dengan maksud untuk
memuluskan suatu perkara atau mengambil sesuatu yang bukan merupakan
haknya.
Hikmah Menghindari yang Haram
Tuntunan Islam yang
mengatur sedemikian rupa dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan
duniawi sudah tentu terkandung hikmah di dalamnya.
Mengkonsumsi
sesuatu yang haram akan berakibat pada tertolaknya ibadah seseorang dan
menghilangkan keberkatan pada diri dan harta yang dimiliki.
Pemenuhan
keperluan hidup dari sumber yang tidak halal juga akan berpotensi
merusak diri. Imam al-Ghazali mengatakan makanan haram yang masuk ke
dalam diri seseorang akan menodai hatinya.
Hati yang ternodai
akan mempengaruhi emosi dan kondisi jiwa seseorang sehingga
kecenderungannya untuk berprilaku buruk semakin terbuka lebar.
Demikian pula, harta kekayaan yang diperoleh dengan cara yang tidak benar akan jauh dari keberkatan.
Ketidakberkatan
itu ditandai dengan berkurangnya atau hilangnya harta (kekayaan) untuk
sesuatu yang merugikan dirinya dan orang-orang di sekitarnya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar